Selasa, 28 Agustus 2012

Teriakan Tidak Akan Mendidik Anak

Teriakan memang memiliki kekuatan yang cukup besar. Namun akan tidak baik apabila teriakan dikaitkan dengan bagaimana cara orang tua atau guru mendidik anak. Dari teriakan itulah akan berdampak negatif bagi kedekatan kita dengan anak. Artinya secara raga dekat akan tetapi jiwanya berjauhan.

Ada satu cerita berasal dari sekitar kepulauan Salomon yang letaknya di Pasifik Selatan. Penduduk primitif ini memiliki kebiasaan meneriaki pohon dengan teriakan yang mematikan. Hal ini tidak biasa dilakukan penduduk bumi pada umumnya.

Ketika penduduk hendak memotong pohon yang berakar kuat dan susah di potong, sebagian penduduk kemudian naik ke atas pohon dan berteriak sekuat-kuatnya sambil memaki-maki pohon tersebut. Hal ini dilakukan hingga berjam-jam selama empat puluh hari. Sungguh menakjubkan, pohon yang diteriaki perlahan daunnya mengering, rontok, dan mati.

Sesuatu yang aneh, namun mereka telah buktikan bahwa teriakan yang dilakukan kepada makhluk hidup seperti pohon akan kehilangan roh dan kekuatannya. Makhluk hidup tersebut tidak berdaya, selanjutnya binasa.

Ada juga penelitian yang dilakukan oleh ilmuan Jepang tentang air. Profesor ini meneliti dua air yang dimasukkan ke sebuah botol terpisah untuk dibekukan. Botol yang satu senantiasa didoakan sementara satunya diteriaki dengan kata-kata yang menghinakan. Subhanallah, setelah air dalam botol itu membeku, kristal airnya berbeda. Air pada botol pertama bentuk kristalnya indah dan beraturan. Sementara kristal air dalam botol kedua berantakan dan tidak karuan.

Apa sebenarnya yang dapat dipetik dari cerita di atas? Tarnyata kata-kata itu sangat berpengaruh. Tak jarang juga orang tua mengatakan bahwa perkataan itu merupakan doa. Setiap kali teriakan itu tertuju pada makhluk tertentu, maka berarti telah mematikan ruhnya.

Bisa dibayangkan jika itu terjadi pada manusia. Teriakan orang tua kepada anaknya. Mungkin juga suami kepada istri, atau sebaliknya. Terkadang juga guru kepada muridnya. Bahkan bisa saja atasan kepada bawahannya.

Jika kita masih bisa berbicara dengan baik-baik, kenapa harus berteriak. Berteriak hanyalah untuk orang-orang yang memang berjauhan. Jangan sampai secara fisik kita dekat dengan saudara, anak, dan murid kita ternyata secara hati kita justru jauh dari mereka. Ini artiknya kita gagal mendidik anak.

Teriakan seringkali muncul ketika perasaan jengkel, marah, dan kecewa. Namun pada hakikatnya itu semua pengaruh kejiwaan yang harus kita atasi dan sikapi dengan bijaksana dan dewasa.
Allah berfirman dalam Surah an-Nisa’:9. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan anak-anak yang lemah di belakang mereka. Maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang baik”. Juga dalam surah Lukma ayat 19. “Dan sederhanalah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai”.

Sebagai orang tua dan guru, semoga kita diberi kekuatan oleh Allah di dalam mendidik anak. Kita diberi kesabaran terhadap godaan hati, kejengkelan dan rasa kecewa. Sehingga tidak mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan yang akan berakibat buruk bagi anak kita. Betapa pun anak mempunyai kelemahan, anak pasti memiliki kelebihan. Bangun motivasi anak dan berikan semangat kepadanya, niscaya dia akan menjadi kebanggaan kita dan negara. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar